Tuesday, April 08, 2008

MENJADI SERUPA DENGAN ALLAH
oleh : Pdt. Erastus Sabdono, M.Th.
Setelah sekian lama kita menjadi orang Kristen, kita harus sungguh-sungguh menemukan jiwa kekristenan yang sejati, hakekat kekristenan yang benar yang harus kita miliki. Bila kita belum memiliki jiwa kekristenan yang benar, maka kita belum menjadi anak Allah yang berkenan kepada-Nya. Lalu apa artinya kekristenan kita bila tidak ada jiwa atau intinya? Masihkah kita berjalan mengarungi hidup ini dengan kekristenan tanpa jiwa kekristenan? Puaskah kita dengan pengalaman-pengalaman keagamaan kita yang kadang justru membuat kita menjadi angkuh di hadapan manusia dan di hadapan Tuhan. Pergi ke gereja, mengikuti liturgi atau misa, mengucapkan pengakuan iman di gereja, menyanyikan lagu-lagu rohani belumlah inti dari kekristenan itu sendiri.
Adalah kebodohan kalau seseorang merasa sudah menjadi umat Allah yang benar dan layak bagi-Nya hanya karena sudah melakukan kegiatan keagamaan seperti yang disinggung di atas. Semua itu hanyalah atribut lahiriah atau semacam baju luar saja. Tentu itu belum merupakan inti kekristenan. Bahkan pengalaman mujizat atau mengalami kuasa Tuhan bukan atau belumlah menjadi inti kekristenan yang sejati. Perlakuan istimewa Tuhan kepada kita yang menunjukkan bahwa kita adalah umat kesayangan-Nya, tidak bisa dijadikan ukuran bahwa kita adalah umat kesukaan-Nya.
Inti kekristenan pada hakekatnya adalah warna batin yang terus menerus diperbaharui untuk menjadi sewarna dengan Bapa. Maksud sewarna dengan Bapa adalah berkepribadian seperti Allah yang melahirkan kita. Jiwa atau inti kekristenan atau hakekat kekristenan yang sejati dapat kita peroleh melalui apa yang ditulis oleh Yohanes dalam Yohanes 1:13, “orang-orang yang diperanakkan bukan dari darah atau daging, bukan pula secara jasmani oleh keinginan seorang laki-laki, melainkan dari Allah.” Ayat ini tidak boleh kita lalui begitu saja dan kita anggap tidak penting. Berangkat dari ayat ini kita menemukan maksud dan tujuan Tuhan dalam memilih kita. Di dalam ayat ini juga terkandung berita tentang rencana Allah yang kekal dan besar bagi umat pilihan-Nya.
Dilahirkan oleh Allah, ini adalah suatu peristiwa besar dalam kehidupan manusia dan lebih luar biasa dari kelahiran anak manusia secara fisik. Dalam teks bahasa Inggris versi King James: Which were born, not of blood, nor of the will of the flesh, nor of the will of man but God. Kata dilahirkan dalam teks aslinya adalah “egenneetheesan” kata ini dari akar kata gennao, yang bisa diterjemahkan be born, bring forth, conceive, be delivered of, gender, make, spring, yang pada intinya adalah bahwa kita telah diubah dengan nature yang berbeda dengan nature manusia pada umumnya.
Dilahirkan oleh Allah meliputi dua aspek : Pertama, kita diberi wewenang untuk memiliki apa yang disediakan Allah bagi pewaris-pewarisNya, yaitu kerajaanNya. Kedua, kita diberi kemampuan untuk berwatak atau berkarakter seperti Dia. Hal ini berati bahwa kita diberi kemampuan untuk menjadi serupa dengan Bapa setelah Allah mensahkan kita menjadi anak-anak-Nya.
Ini merupakan sebuah peristiwa besar, sebab dalam Perjanjian Lama kita tidak menemukan peristiwa besar seperti ini, juga dalam kepercayaan lain di dunia ini. Kelahiran dari atas ini terjadi ketika kita percaya kepada Tuhan Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat kita secara pribadi. Tidak ada mujizat yang besar dari ini. Kesungguhan Allah mengadopsi kita ini, Ia memberikan Roh-Nya didalam diri kita. “Di dalam Dia kamu juga -- karena kamu telah mendengar firman kebenaran, yaitu Injil keselamatanmu -- di dalam Dia kamu juga, ketika kamu percaya, dimeteraikan dengan Roh Kudus, yang dijanjikan-Nya itu.” (Ef 1:13). Dimeteraikan artinya distempel (Yun. esfragistheete, lengkapnya: esfragistheete too pneumati tees epangelias too hagio. Ingg: you were sealed with that holy spirit of promise).
Kejadian ini suatu peristiwa luar biasa yang menjadi titik tolak pengiringan kita kepada Tuhan. Titik tolak kita bukan karena kita mau memeluk suatu keyakinan agama. Bukan pula karena kita mau memiliki petualangan baru dalam hidup, yaitu memiliki sumber baru guna memperoleh kemudahan hidup, dalam hal ini kekristenan dan Tuhan menjadi alat memuaskan ambisi kita. Kekristenan menjadi kendaraan kita memenuhi maksud dan rencana Tuhan.
Sebenarnya maksud dan rencana Tuhan adalah menciptakan manusia yang berkualitas seperti diri-Nya. Untuk itu dalam kelahiran dari atas oleh Allah itu, Bapa memberikan kemampuan kepada kita untuk memenuhi kehendak-Nya. Kemampuan ini suatu anugerah yang lebih dari segala berkat yang bisa kita terima dari Tuhan. Kemampuan inilah yang harus dikembangkan atau dimanfaatkan agar encana-Nya digenapi dalam hidup kita masing-masing. Kemampuan inilah yang tidak dimiliki tokoh-tokoh iman dalam Perjanjian Lama.
Dengan cara inilah kita dipanggil untuk sempurna (bnd. Mat 5:48: Karena itu haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di sorga adalah sempurna). Perhatikan kata haruslah dalam ayat ini. Kata haruslah (Yn. esomai, yang juga dapat diterjemakan “hendaknya”) merupakan sebuah panggilan yang mutlak yang harus mengisi perjalanan hidup kita. Hal ini merupakan keharusan yang tidak boleh kita hindari. Hal yang lain bisa dihindari atau dikurangi intensitasnya, tetapi hal menjadi serupa dengan Bapa merupakan keharusan yang tidak dapat ditawar.
Apalah artinya kelahiran seorang anak manusia apabila pada akhirnya ia tidak memiliki persekutuan dengan Tuhan dan dibuang kedalam api kekal. Lebih baik seseorang tidak pernah dilahirkan di dunia ini dari pada dilahirkan di dunia ini hanya untuk menjadi sekutu kuasa dunia dan memberontak kepada Tuhan. Apa artinya kelahiran kalau hanya menjadi permulaan dari kebinasaan kekal. Hidup terpisah dari hadirat Tuhan selama-lamanya.
Menjadi kehendak Bapa dalam hidup kita adalah kita bertumbuh menyerupai Dia. Inilah inti kekristenan itu. Tidak ada yang lebih besar dari hal ini. Itulah sebabnya Tuhan Yesus berkata: Kamu harus sempurna seperti Bapamu yang di sorga sempurna (Mat 5:48). Rasul Paulus menulis hal ini dalam Roma 8:29 : Sebab semua orang yang dipilih-Nya dari semula, mereka juga ditentukan-Nya dari semula untuk menjadi serupa dengan gambaran Anak-Nya, supaya Ia, Anak-Nya itu, menjadi yang sulung di antara banyak saudara. Tuhan Yesus yang adalah wujud Allah yang kelihatan menjadi cermin yang jelas bagi kita. Kita harus meneladani-Nya.
Oleh sebab itu, marilah kita kembali kepada maksud Tuhan yang agung ini dan memfokuskan diri kepada rencana agung-Nya. Jangan hanya terpaku pada usaha mengejar berkat-berkat Allah belaka, tetapi mengabaikan tujuan yang sesungguhnya dari karya Allah atas hidup kita, yaitu menjadi serupa dengan Allah. Mari kita terus mengejar inti kekristenan ini dan menjadikannya tujuan yang utama dalam kehidupan kita. Amin.

0 Comments:

Post a Comment

<< Home