Tuesday, June 17, 2008

PANDANGAN PERJANJIAN LAMA TENTANG PENDIDIKAN ANAK
oleh : Pdt. Budiono Joeng, S.Th.
(Pendeta di Gereja Kristus Tuhan—GKT dan dosen di Institut Theologia Aletheia—ITA, Lawang; Sarjana Theologia—S.Th. dari Sekolah Tinggi Theologia Reformed Injili Indonesia—STTRII, Jakarta)
I. PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan topik yang tidak dapat dipisahkan dari sejarah kehidupan manusia. Secara sederhana, pendidikan dapat diartikan sebagai sebuah proses belajar-mengajar, memberikan dan menghasilkan pengetahuan dan keahlian. Sementara itu Samuel Sijabat mengutip definisi dari Ensiklopedi Pendidikan mengatakan bahwa pendidikan dapat diartikan “semua perbuatan dan usaha dari generasi tua untuk mengalihkan pengetahuannya, pengalamannya, kecakapannya, serta ketrampilannya kepada generasi muda sebagai usaha menyiapkannya agar dapat memenuhi fungsi hidupnya baik jasmaniah maupun rohaniah.1 Dengan pengertian di atas, maka setiap orang atau masyarakat pasti terlibat di dalam pendidikan baik itu formal maupun informal. Itulah sebabnya, pendidikan tetap menjadi topik yang sangat penting untuk dibahas.
Dalam tulisan ini, penulis secara khusus akan membahas pandangan Alkitab tentang pentingnya pendidikan. Namun, mengingat luasnya masalah pendidikan dan Alkitab yang terdiri dari Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru maka penulis merasa perlu membatasi pembahasan ini. Dalam tulisan ini pembahasannya difokuskan pada pandangan Perjanjian Lama tentang pentingnya pendidikan anak berdasarkan Ulangan 6:4-9.
Masa anak-anak adalah masa yang sangat penting. Masa ini adalah masa yang tidak akan terulang dan yang memberikan kesan yang paling mendalam serta menentukan masa depan seseorang. Selain itu, anak-anak juga merupakan generasi penerus, baik bagi keluarga, masyarakat maupun gereja. Secara khusus, berkaitan dengan masa depan gereja, anak-anak adalah generasi penerus gereja yang harus diperhatikan dengan sungguh-sungguh. Jatuh bangunnya gereja dimasa yang akan datang sangat ditentukan oleh perhatian dan pendidikan yang kita berikan kepada anak-anak.
Selain itu, Tuhan sendiri sangat menghargai anak-anak. Tuhan Yesus selama pelayanannya dibumi juga sangat menghargai anak-anak. Dia membiarkan anak-anak itu datang kepada-Nya, bahkan Dia menjadikan anak sebagai kriteria masuk surga. Kristus juga memberikan perintah agar murid-murid-Nya “menggembalakan domba-domba kecil-Nya” (Yohanes 21:3). Itulah sebabnya, masalah pentingnya pendidikan anak merupakan topik yang sangat menarik untuk dibahas.
Banyak pakar-pakar pendidikan yang telah membahas akan hal ini Sebagian besar pembahasannya ditinjau dari sudut pandang filsafat pendidikan, sosiologis dan psikologis. Namun, sebagai seorang Kristen, tidaklah salah jika kita juga melihat masalah ini dari sudut pandang Firman Tuhan, khususnya dari Perjanjian Lama.
Perjanjian Lama adalah Firman Allah yang merupakan dasar dan otoritas tertinggi bagi konsep, prinsip dan prilaku manusia. (2 Timotius 3:15-16). Disamping itu, Perjanjian Lama juga sangat memperhatikan pentingnya pendidikan anak. Perintah untuk memperhatikan pentingnya pendidikan anak diberikan Allah sendiri sejak zaman Abraham (Kejadian 18:19), dilanjutkan pada zaman Musa (Keluaran 12:26-27) dan dipertegas kembali dalam Ulangan 4:9 ; 6:1-9; 11:18-21 yang selanjutnya juga menjadi perhatian orang-orang bijak (Amsal 1:8; 22:6; 29:17; Pengkhotbah 12:1). Dengan demikian, sangatlah tepat jika Perjanjian Lama, dijadikan dasar untuk memahami pentingnya pendidikan anak. Salah satu bagian Perjanjian Lama yang perlu dijadikan dasar untuk memahami pentingnya pendidikan anak adalah Ulangan 6:4-9.

II. PENTINGNYA PENDIDIKAN ANAK BERDASARKAN ULANGAN 6:4-9
A. Keunikan Ulangan 6:4-9
1. Latar Belakang Kitab Ulangan
Sebelum memahami keunikan Ulangan 6: 4-9, sebaiknya kita terlebih dahulu mamahami latar belakang dan keunikan Kitab Ulangan itu sendiri. Kitab Ulangan adalah salah satu kitab yang ditulis oleh Musa dengan tujuan mengingatkan orang Israel akan kesetiaan Allah dan untuk mendorong mereka agar mengasihi Tuhan dengan segenap hati mereka.2 Dalam kitab ini Musa sedang berhadapan dengan generasi baru yang dipersiapkan untuk memasuki tanah Perjanjian.3 Generasi baru ini ditantang oleh Musa untuk sungguh-sungguh mentaati syarat-syarat Perjanjian Sinai dan mengikut Tuhan dengan segenap hati mereka. Kitab Ulangan juga memiliki struktur dan bentuk sastra yang unik. Lasor dan rekan-rekannya mengatakan bahwa Kitab Ulangan merupakan bagian dari amanat Musa yang berbentuk pidato atau khotbah.4 Melihat akan latar belakang dan keunikan strukturnya dapat disimpulkan bahwa kitab Ulangan berisikan ketetapan-ketetapan dan nasehat-nasehat yang penting dan yang harus dilakukan oleh orang Israel dan keturunannya. Secara khusus posisi Ulangan 6 ditempatkan sebagai ketetapan- ketetapan yang berkaitan dengan 10 perintah Allah dengan penekanan utama pada perintah mengasihi Allah yang Esa dengan sepenuh hati, jiwa dan kekuatan.

2. Keunikan Ulangan 6: 4-9 Dalam Pendidikan Anak Bangsa Israel.
Ulangan 6:4-9 didahului dengan perintah Allah agar bangsa Israel melakukan dan memegang teguh segala perintah dan peraturan yang Allah berikan dengan disertai janji berkat jika mereka setia melakukannya. (ayat 1-3).5 Perintah ini diberikan dalam kaitan dengan persiapan mereka memasuki Kanaan (ayat 3). Tujuan perintah ini diberikan adalah supaya bangsa Israel melakukannya ketika mereka masuk dan hidup di tanah Perjanjian. Selain itu, Ulangan 6:4-9 juga merupakan bagian yang sangat penting dalam kehidupan bangsa Israel, karena berkaitan dengan perintah “syema” yang juga harus diajarkan kepada seluruh anggota keluarga termasuk anak-anak.. Dalam tradisi Yahudi kata “syema” disebut sebagai “the fudamental truth of Israel’s religion” and “ the fudamental duty founded upon it6 Lebih lanjut, Robert R. Boehlke mengatakan bahwa perintah “syema” dalam Ulangan 6:4-9 merupakan suatu patokan bagi keluarga Yahudi yang harus dilaksanakan,...7. “Syema” merupakan merupakan inti dari pengakuan iman bangsa Israel.8 Dalam perkambangan berikutnya “syema” menjadi bagian penting bagi kehidupan bangsa Israel dan menjadi dasar bagi pendidikan kepada anak-anak mereka.

B. Pentingnya Pendidikan Anak Menurut Ulangan 6:4-9
Melalui bagian ini kita dapat menemukan beberapa prinsip penting yang mendasari pentingnya pendidikan anak.
1. Pendidikan Harus Berkaitan Dengan “[m;v.” = Syema”( 6:4).
Ayat 4 diawali dengan kata perintah “ dengarlah ([m;v = syema)”. Kata “syema (dengarlah)” sudah muncul dalam Ulangan 5:1 sebagai pengantar dari bagian yang berbicara mengenai 10 hukum Allah. Dalam tradisi Yudaisme Ulangan 6:4 ini menjadi suatu pengakuan iman yang wajib diucapkan tiap pagi dan tiap malam (bnd. ayat 7) . Perintah “syema” ini berkaitan erat dengan pernyataan “pengakuan bahwa Allah itu Esa” yang merupakan kebenaran yang fundamental bagi agama Israel dan sikap mereka kepada Allah.9 Kata “esa (dx\a,=ekhad)” yang dikaitkan dengan perintah “syema” bukan hanya mengatakan tentang “keunikan” Allah tetapi juga “kesatuan (unity)” Allah.10 Secara lengkap instruksi syema berbunyi : Dengarlah, hai orang Israel : Tuhan itu Allah yang Esa ! Kasihilah Tuhan Allahmu dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu. “Ini menyatakan bahwa Allah tidak dapat dibandingkan dengan apapun. Hanya Dia satunya-satunya Allah yang berdaulat dan harus menjadi satu-satunya obyek ibadah, ketaatan dan kasih dari umat-Nya. Oleh karena Allah adalah Esa, maka Israel harus mengasihi Yahweh sebagai Allahnya dengan sepenuh hati, jiwa dan kekuatannya.11 Syema ([m;v.)” adalah inti dari instruksi agama yang diberikan di dalam rumah. Bersama dengan “syema” anak-anak diajarkan perintah untuk hidup yang benar dan merupakan tanggung jawab ayah untuk menjelaskan makna dari perintah-perintah itu dengan menceritakan sejarah bangsa Israel. (Ulangan 6:20-25).12 Syema merupakan ungkapan keyakinan iman (kredo) yang harus diperhatikan dan dilakukan dengan serius. Sementara itu, Von Rad mengatakan bahwa “syema” dalam Ulangan 6: 4 dapat disebut sebagai dogma fundamental dari Perjanjian Lama yang disebut oleh Tuhan Yesus sebagai yang paling penting dari semua hukum.13 Tujuan utama pendidikan dalam Perjanjian Lama adalah membawa bangsa Israel beserta seluruh keturunannya mengenal Allah dan mengasihi-Nya serta hidup benar dihadapan-Nya. Sebagaimana dikatakan Andrew Hill bahwa kehidupan bangsa Isarel tidak lepas dari pengenalan dan ketaatanya kepada hukum Allah. Itulah sebabnya salah satu mandat penting bangsa Isarel adalah pendidikan yang bertujuan dengan rajin mengajarkan anak-anak mereka agar mengasihi Allah dan mengenal serta mentaati 10 hukum Allah dan segala peraturannya.14 Pola pendidikan dengan instruksi “syema” ini mengajar seluruh bangsa Israel beserta keturunannya supaya mengetahui dan mengakui bahwa hanya ada “satu Allah” yang patut disembah yaitu “Allah Yahweh”; Allah Yang Esa dan Allah yang telah mengikat perjanjian dengan Abraham dan keturunannnya. Allah ingin bangsa Israel beserta segala keturunannya hanya menyembah dan mengasihi Dia; tidak ada yang lain. Seluruh tujuan pendidikan Israel ialah menjadikan mereka hidup kudus dan menerapkan ajaran agama dalam kehidupan praktis.

2. Pendidikan Harus Diberikan Dengan Bertanggung Jawab. (ayat 7)
Begitu pentingnya instruksi “syema” bagi kehidupan bangsa Israel, maka hal itu harus dilakukan dengan serius. Keseriusan dalam melakukan dan mengajarkan “syema” dapat dilihat dari beberapa metode yang harus dilakukan.

a. “ Harus Diajarkan Secara Berulang-ulang “!nv=syanan
Kata “!nv=syanan” dapat diartikan sebagai “mengajarkan kata-kata yang penting dengan tekun/berulang-ulang/dengan sejelas mungkin”.15 Sementara itu J. I. Packer, mengatakan bahwa frase “mengajarkan berulang-ulang” berasal dari sebuah kata Ibrani yang biasanya mengacu kepada hal menajamkan sebuah alat atau mengasah sebuah pisau. Apa yang dilakukan batu asah untuk mata pisau , demikian pula pendidikan untuk anak.16 Itulah sebabnya NIV menterjemahkan “impress them on your children.17 Sedangkan LAI menterjemahkan dengan “ mengajarkannya berulang-ulang”. Penekanan pentingnya mengajarkan dengan mengulang bertujuan agar mereka dapat mengingat, memahami dengan jelas dan melakukannya.

b. “Harus Diajarkan Dalam Setiap Kesempatan”
Keseriusan di dalam mengajarkan “syema” selain diulang-ulang juga harus dilaksanakan setiap waktu dan disetiap tempat. Kalimat,” membicarakannya apabila engkau duduk dirumahmu, dalam perjalanan, berbaring maupun bangun” menunjukkan betapa seriusnya pengajaran “syema” ini. Dalam hal ini tepatlah yang dikatakan Robert R. Boehlke bahwa ruang lingkup pendidikan Yahudi, bukan satu usaha sambilan saja, yang hanya dilaksanakan dalam salah satu sudut kehidupan saja, melainkan bagian inti dari kehidupan sehari-hari yang lazim dilakukan.18 Dimanapun ada kesempatan maka “syema” harus di ajarkan.
c. Harus Diajarkan Dengan Prinsip Keteladanan (ayat 16-19)
Selain mengajar dengan berulang-ulang, orang tua dituntut untuk melakukan terlebih dahulu apa yang Tuhan inginkan (Ulangan 6: 16-19). Pada bagian ini Musa menyampaikan kepada orang tua bahwa ada dua cara dasar untuk mengajar anak mereka yakni instruksi yang bersifat formal (mengajar) dan informal. Melalui instruksi formal mereka harus mengajar tentang kebenaran. Sedangkan melalui instruksi informal mereka mengajar dengan menjadi teladan dalam menjalankan kebenaran dalam kehidupan sehari-hari. Keduanya sama pentingnya. Namun, bagian ini lebih menekankan pada instruksi informal atau gaya hidup sekari-hari.19 Orang tua harus mengajar dengan menjadi teladan yang baik di dalam kehidupannya sehari-hari. Tujuan dari metode pendidikan seperti ini adalah untuk mengajar bangsa Israel beserta keturunannya agar sungguh-sungguh mengingat karya dan perintah Tuhan. Tuhan menginginkan agar mereka sungguh-sungguh mengasihi-Nya dengan segenap hati, jiwa dan kekuatannya, secara khusus ketika mereka memasuki Kanaan20 (Ulangan 6:12-25). Melalui metode pendidikan dengan instruksi “syema” ini menunjukkan bahwa Allah sangat memperhatikan tentang pentingnya pendidikan dan bagaimana proses pendidikan itu dapat diberikan dengan benar dan bertanggung jawab.

3. Pendidikan Harus Diberikan Sejak Anak-anak (6:7; 20-25)
Dalam bagian ini ada 2 kali penekanan pentingnya pendidikan diberikan kepada anak-anak. Dalam ayat 7 perintah “syema” harus diberikan kepada “anak-anak” mereka yaitu dengan “mengajarkannya berulang-ulang”. Hal ini ditekankan kembali dalam ayat 20-21 agar orang tua siap mengajarkan tentang siapakah Allah dan karya-Nya bagi bangsa Israel kepada anak-anak mereka. Sejak awal masa anak-anak , seorang anak laki-laki telah belajar sejarah Israel. Anak-anak belajar bahwa bangsa Israel telah mengikat perjanjian dengan Allah, Perjanjian itu menempatkan batasan-batasan tertentu pada mereka. Mereka mempunyai tanggung jawab terhadap Allah karena Allah telah menebus mereka. Pendidikan iman kepercayaan mereka dalam hubungan dengan Allah Yahweh menjadi hal yang sangat penting untuk diajarkan dan dilakukan. Pada hakekatnya seorang ayah Israel bertanggung jawab atas pendidikan anak-anaknya; tetapi para ibu juga memainkan peranan yang amat penting, terutama sampai anak mereka mencapai usia lima tahuan. Selama tahun-tahun pertumbuhan itu, sang ibu seharusnya membentuk masa depan anak-anaknya, baik laki-laki maupun perempuan.21 Ini menunjukkan bahwa Allah bukan hanya memerintahkan pentingnya orang tua Israel mengajarkan kepada anak-anak mereka hidup mengasihi-Nya tetapi juga memperhatikan pentingnya masa anak-anak. Allah menginginkan agar anak-anak belajar bahwa bangsa Israel telah mengikat perjanjian dengan Dia. Sebagai bangsa yang terikat perjanjian dengan Allah, maka mereka harus hidup bertanggung jawab kepada Allah dan mengasihi Allah karena Ia telah menebus mereka. Dalam perkembangannya, pentingnya pendidikan sejak anak-anak ini dikaitkan dengan pengaruhnya terhadap masa depan mereka (bnd. Amsal 22:6). Dalam kehidupan bangsa Israel kehidupan mereka sangat ditentukan oleh hubungan dan sikap mereka terhadap Allah. Sebagai umat Allah maka berhasil tidaknya kehidupan mereka sangat ditentukan oleh ketaatan mereka kepada Allah. Jika mereka taat akan mendapatkan berkat,jika tidak taat akan mendapatkan kutuk. Realita ini nampak dengan jelas di sepanjang perjalanan bangsa Israel yang telah diungkapkan dalam Perjanjian Lama. Itulah sebabnya, pendidikan yang diberikan kepada anak-anak selalu mencakup pelajaran agama dan dilengkapi dengan pelatihan dalam berbagai ketrampilan yang akan mereka perlukan dalam kehidupan sehari-hari.

4. Pendidikan Adalah Tanggung Jawab Orang Tua (ayat 7)
Kalimat dalam ayat 7 “haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu” dan dalam ayat 21 “maka haruslah engkau menjawab anakmu..” menunjukkan bahwa orang tua memiliki tugas dan tanggung jawab dalam pendidikan anak-anak mereka. Oleh karena perintah ini berkiatan dengan instruksi syema, maka orang tua pertama-tama bertanggung jawab atas pendidikan rohani anak-anak mereka. Ini merupakan tugas yang sangat mendasar dan penting untuk dilakukan orang tua kepada anak-anaknya. Orang tua dianggap yang paling bertangung jawab dalam pendidikan anak-anak oleh karena mereka adalah orang yang terdekat. Sebagaimana dikatakan oleh J. I. Packer bahwa Allah memakai manusia untuk mengajarkan Taurat kepada bangsa Israel—seperti Musa, para imam dan para nabi. Murid-murid mereka adalah orang dewasa dari bangsa Israel, yang kemudian mereka bertanggung jawab untuk meneruskan kepada anak-anak mereka.22 Sebagian besar pendidikan dilakukan oleh orang tua, tidak ada ruang kelas atau kurikulum yang tersusun.23 Peran orang tua yang pada mulanya mendidik anak-anak dalam bidang agama berkembang dengan mengikut sertakan pendidikan dalam bidang ketrampilan-ketrampilan khusus. Anak-anak Israel juga diajarkan keahlian-keahlian yang mereka perlukan agar menjadi orang yang berhasil di dalam komunitasnya.24 Bangsa Israel adalah sebuah masyarakat petani; banyak hikmat praktis yang diturunkan dari ayah kepada anak-anak laki-laki adalah mengenai bertani. Selain itu, para ayah juga bertanggung jawab untuk mengajar anak laki-lakinya sebuah kejuruan dan ketrampilan. Misalnya, apabila sang ayah adalah tukang periuk, ia mengajar ketrampilan itu kepada anak laki-laki. Sementara anak laki-laki belajar ketrampilan ini, anak-anak perempuan belajar membakar roti, memintal dan menenun di bawah pengawasan ibunya. (Keluaran 35:25-26; band. II Samuel13:8). Apabila tidak ada anak laki-laki dalam keluarga, anak-anak perempuan mungkin harus belajar pekerjaan ayahnya Kejadian29:6; Keluaran 2:1625 Secara khusus, anak laki-laki Yahudi disamping membaca Kitab Suci , juga mendapat pelajaran tatakrama, musik, cara bertempur, dan pengetahuan praktis lainnya.26
Pola pengajaran atau pendidikan semacam ini merupakan bagian penting dalam sepanjang zaman Alkitab. Peranan orang tua terus menjadi hal yang penting meskipun pendidikan formal sudah ada. Ini membawa kita kepada pemahaman bahwa Allah sangat memperhatikan pentingnya pendidikan anak dan pentingnya peranan orang tua dalam pendidikan anak. Allah memilih keluarga untuk menjadi tempat berlangsungnya proses pembentukan diri anak. Dalam hal ini tepatlah yang dikatakan Gary J. Oliver mengatakan bahwa Ulangan 6 merupakan bagian Alkitab yang menjelaskan bahwa Allah merancang keluarga sebagai wadah untuk mengajarkan (malalui pendidikan formal) dan menunjukkan (melalui teladan hidup) realitas pribadi Allah yang hidup.27

III. KESIMPULAN
Melalui pembahasan ini, dapat disimpulkan bahwa Allah sangat mementingkan pendidikan anak dan peranan serta tanggung jawab orang tua dalam mendidik anak-anak mereka dengan benar. Di era global ini banyak orang tua yang kurang menyadari betapa pentingnya peranan mereka dalam pendidikan anak-anak. Banyak orang tua yang hidupnya mapan cenderung berfikir bahwa dengan menyediakan pengasuh bagi anak-anaknya, menyekolahkan mereka disekolah yang terbaik itu sudah cukup. Mereka tidak lagi mau untuk direpotkan; mereka cenderung berfikir pragmatis. Sedangkan bagi mereka yang harus berjuang uintuk memenuhi kehidupan mereka tidak ada waktu yang cukup untuk memikirkan tentang bagaimana memberikan pendidikan yang benar dan sehat bagi anak-anak mereka. Waktu mereka telah banyak terkuras hanya pada masalah-masalah yang berkaitan dengan upaya untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Hal ini menyadarkan kita tentang betapa pentingnya untuk menekankan kembali peranan dan tanggung jawab orang tua dalam pendidikan anak , khususnya pada masa kini. Berdasarkan pembahasan di atas, maka dalam kesempatan ini penulis ingin membagikan beberapa hal penting yang harus dimiliki para orang tua Kristen berkaitan dengan peranan mereka dalam pendidikan anak.
Pertama, para orang tua Kristen harus memperhatikan dan menghargai pentingnya kebutuhan rohani anak-anak. Tujuan utama pendidikan Kristen adalah membawa setiap orang termasuk anak-anak mengenal Allah dengan benar di dalam Kristus. Pengenalan akan Allah sangatlah penting dan hal yang mendasar bagi kehidupan Kristen. John Calvin dalam bukunya “Institutio” menempatkan pengenalan akan Allah dan diri sendiri menjadi dasar bagi hikmat manusia.28 Pengenalan akan Allah adalah panggilan dan tujuan hidup manusia. Katakismus Singkat Westminter dengan jelas mengungkapkan bahwa tujuan tertinggi manusia adalah mempermuliakan Allah dan memperkenankan Dia selamanya.29
Manusia adalah ciptaan Allah yang dicipta serupa dengan gambar dan rupa Allah. Sebagai ciptaan Allah, manusia bukan hanya sebagai mahkluk yang harus bergantung kepada Allah tetapi juga harus berorientasi kepada Allah. Allah harus menjadi satu-satunya yang disembah, dilayani dan dikasihi. Hal ini juga nampak dengan jelas di dalam kehidupan bangsa Israel melalui prinsip pendidikan yang di dasarkan pada “syema”. Namun, ketika manusia (Adam sebagai kepala perjanjian) jatuh dalam dosa, maka tujuan ini menjadi rusak. Oleh karena kejatuhan manusia dalam dosa maka seluruh umat manusia menjadi orang berdosa. Alkitab dengan jelas menyatakan bahwa semua manusia adalah orang yang berdosa. (Roma 3:23), termasuk anak-anak (Mazmur 51:7). Hidup mereka berstatus berdosa, dikuasai dosa dan tercemar oleh dosa. Kebenaran ini merupakan salah satu ajaran penting dalam theologi Reformed. Dalam pandangan theologi Reformed realita keberdosaan menusia ini ini disebut dengan “Total Depravity30 Manusia yang berdosa tidak lagi mengutamakan “pengenalan “ akan Allah sebagai tujuan hidupnya. Orientasi mereka hanya kepada diri sendiri Selain adanya realita di atas, pada saat ini anak-anak juga sedang menghadapi tantangan yang begitu berbahaya, baik itu melalui bacaan maupun televisi. Seperti yang dikatakan oleh Gary J. Oliver bahwa sebagian besar anak sekarang lebih akrab dengan tokoh-tokoh kartun daripada tokoh Alkitab.31 Sementara itu, Phil Philip dalam bukunya “Kacau Dalam Kotak Mainan”32 menambahkan bahwa Film-film kartun yang beorientasi pada hal-hal seksual, okultisme dan kekerasan bagi anak-anak sama buruknya dengan televisi dan bioskop yang beorientasi pada hal-hal seksual, okultisme dan kekerasan bagi orang dewasa.33 Melihat hal ini, maka pendidikan rohani anak-anak merupakan hal yang harus segera dilakukan dan diperhatikan oleh orang tua dengan serius. Jika tidak maka anak-anak kita dengan mudahnya akan menjadi orang yang melawan Tuhan. Para orang tua Kristen harus menyadari bahwa anak-anak juga perlu segera untuk dibebaskan dan diselamatkan dari cengkraman kuasa dosa. Dengan kata lain, mereka juga memiliki kebutuhan rohani yang sama dengan orang dewasa yaitu membutuhkan karya penebusan Kristus. Itulah sebabnya, orang tua Kristen pertama-tama harus berupaya membawa anak-anak memiliki hubungan yang benar dengan Kristus. Perhatian utama orang tua Kristen adalah bagaimana membawa setiap anak mengenal dan menerima Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat. Kristus datang ke dunia bertujuan untuk membebaskan manusia dari belenggu dosa dan membawa kembali dalam relasi yang benar dengan Allah. Setiap orang yang bertobat dan percaya kepada-Nya akan mendapatkan pengampunan dosa, dibenarkan, diperdamaikan, dikuduskan, menjadi anak-anak Allah dan mendapatkan hidup kekal. Dengan ini manusia barulah dapat mengenal Allah dengan benar dan memuliakan Allah (I Korintus 10:31). Hidupnya tidak lagi berorientasi pada dosa tetapi untuk kemuliaan Allah. Itulah sebabnya, orang tua juga harus menyadari dan berupaya dengan sungguh-sungguh bagaimana membawa anak-anak mereka berjumpa dengan Kristus dan membimbing mereka untuk hidup sesuai dengan kehendak-Nya dan menggenapkan apa yang Tuhan kehendaki di dalam segala aspek kehidupannya. Seperti yang dikatakan oleh Gary J. Oliver bahwa :
“Banyak orang tua yakin bahwa jika mereka dapat menyediakan makan dan tempat tinggal yang baik, lingkungan yang aman, pakaian bagus, wadah untuk kegiatan, uang yang cukup mobil yang layak , juga pendidikan yang tinggi, berarti mereka telah melakukan hal yang terbaik yang mereka dapat lakukan. Semuanya itu memang baik, tetapi sebagai orang tua kristiani yang terbaik bukanlah menyediakan kebutuhan materi tetapi juga meliputi dorongan agar anak-anak memiliki hubungan pribadi dengan Kristus dan dukungan agar mereka memiliki bekal untuk bertumbuh, berkembang dan matang.”34
Kedua, Para orang tua Kristen harus mengembangkan dan mengarahkan potensi anak dengan benar dan bertanggung jawab dihadapan Allah. Alkitab menyatakan bahwa manusia dicipta “serupa dengan gambar dan rupa Allah sendiri.” Anthony Hoekema, dalam bukunya “Manusia Ciptaan Menurut Gambar Allah” dalam penjelasannya tentang hakekat manusia sebagai “gambar dan Rupa Allah” mengatakan bahwa manusia selain memiliki tujuan hidup yang harus terarah pada Allah dan bertanggung jawab kepada-Nya, manusia juga memiliki salah satu tugas penting yaitu dipanggil untuk mengembangkan semua potensi yang ditemukan di dalam alam dan di dalam diri umat manusia.35
Ini berarti, manusia mampu mengelolah dan mengusahakan alam. Dengan potensinya manusia bukan hanya dapat mengembangkan bidang agrikultural, pengembangbiakan binatang, tetapi juga ilmu pengetahuan, teknologi dan seni. Manusia dipanggil untuk mengelolah alam dan segala isinya melalui segala potensi yang ada didalam diri dengan bertangung jawab kepada Allah. Dengan kata lain, segala potensi yang ada dalam dirinya, manusia dipanggil untuk mengelolah dan memelihara alam ini untuk kemuliaan Allah. Melihat potensi manusia (termasuk anak-anak) yang sedemikian luar biasa, maka sudah seharusnyalah para orang tua mengarahkan dan mengembangkan potensi itu dengan benar dan bertanggung jawab di hadapan Allah. Dengan kata lain, para orang tua harus menyediakan pendidikan yang bersifat holistik yaitu pendidikan yang dapat mengintegrasikan iman dengan kehidupan sehari-hari; menekankan keseimbangan antara kemampuan intelek dengan karakter dan moralitas anak; mengembangkan anak sesuai dengan potensinya secara bertanggung jawab agar mereka kelak depat mempertanggung jawabkan potensinya sesuai dengan kehendak dan rencana Tuhan. Dengan demikian, mereka akan menjadi alat Tuhan yang mendatangkan kemuliaan bagi Nama-Nya.
Ketiga, para orang tua Kristen harus rela melibatkan diri dalam pendidikan anak-anaknya melalui perhatian,pendampingan, bimbingan dan keteladanan yang benar. Tanggung Jawab dan peran orang tua dalam pendidikan anak-anak merupakan sebuah tugas yang mulia. Josh McDowell dalam bukunya “The Father Connection” yang secara khusus menyoroti peran ayah dalam pendidikan anak mengatakan bahwa menjadi ayah merupakan pekerjaan yang sangat dibutuhkan di dunia. Hubungan seorang anak dengan ayah merupakan sebuah faktor yang menentukan dalam kesehatan, perkembangan dan kebahagiaan pemuda atau pemudi.36 Sementara itu Gary J. Oliver memberikan beberapa prinsip penting berkaitan dengan paranan orang tua dalam membentuk keluarga Kristiani yang sehat dan memberikan pengaruh positif bagi pendidikan anak. Pertama, Orang tua harus membangun pola hubungan seperti pola Allah berkomunikasi kepada anak-anak-Nya , dimana anugerah berlimpah itu ditunjukkan dan kebenaran benar-benar di praktikkan, bukan sekedar dibicarakan. Kedua, menyediakan suasana yang penuh dukungan, dorongan dan kesempatan yang positif untuk bertumbuh, termasuk di dalamnya kesediaan antar anggota untuk saling menolong dalam meraih pengetahuan, pemahaman dan penerimaan akan Allah dan Yesus Kristus. Ketiga, orang tua harus menjadi teladan yang nyata sebagai orang yang dibentuk menjadi serupa dengan gambar Allah.37 Selanjutnya, Gary J. Oliver mengutip perkataan Andrew Murray dalam bukunya “How To Raise Your Children for Christ” yang menekankan pentingnya keteladanan, mengatakan :
“Kekuatan dalam mendidik anak tidak terletak pada perkataan atau pengajaran kita , tetapi pada diri dan tindakan kita. Tidak pada apa yang kita pikirkan tentang pengajaran ideal bagi anak kita, tetapi melalui hidup, kita mendidik mereka . Bukan harapan atau teori kita, tetapi kemauan dan kehidupan nyata kitalah yang mendidik mereka. Dengan hidup seperti Kristus kita membuktikan bahwa kita mengasihi kehidupan Kristus , bahwa kita memilikinya ; dan dengan demikian mempengaruhi orang muda untuk juga mencintai dan memilikinya.”38
Jelaslah bahwa keterlibatan orang tua dalam pendidikan anak-anak melalui perhatian, pendampingan, bimbingan dan keteladanan yang benar sangat diperlukan pada masa kini. Hal itu akan memberikan pengaruh yang sangat besar bagi pekembangan dan masa depan anak kita. Sebagai orang tua, kita dipanggil oleh Allah dengan tugas untuk memimpin, mengarahkan, mengasuh dan mendisiplin anak-anak kita dengan bertanggung jawab, supaya anak-anak kita kelak menjadi orang yang hidup di dalam kehendak Tuhan dan memuliakan Nama-Nya. Amin !!!
Kepustakaan:
Baxter, J. Sidlow. (1980). Menggali Isi Alkitab. Jakarta: OMF.
Boehlke. Robert R. (1991). Sejarah Perkembangan dan Praktek Pendidikan Kristen. Jakarta: BPK Gunung Mulia.
Brown. F., Driver. S., and Briggs, C. (1999). The Brown-Driver-Briggs Hebrew And English Lexicon. USA: Hendrickson Publisher.
CalvinYohanes. (1999). Institutio, Pengajaran Agama Kristen. Jakarta : BPK. Gunung Mulia.
Christensen, Duanel L. (1991). “Deuteronomy 1-11”, Word Biblical Commentary, Dallas: Texas: Word Books Pub..
Culpepper. R. A. (1982). “Education”, The International Standart Bible Encyclopeia Vol. 2, ed. Geoffrey W. Bromiley. Grand Rapids, Michigan: William B. Errmans Pub.
Rev. Driver. Samuel Rolles and Friends. (1986). The International Critical Commentary. Edinburg: T & T Clark.
Hill. Andrew. (2000). “Education in Bible Times” Evangelical Dictionary of Biblical Theology, ed. Walter A. Ellwell. Grand Rapids, Michigan: Baker Books House.
Hoekema. Anthony. (2003). Manusia: Ciptaan Menurut Gambar Allah, terj. Irwan Tjulianto, Surabaya: Momentum.
Keil & Delitzsch. (2001). Commentary On The Old Testament Vol. 1 “Pentateuch”. Hendrickson Pub.
Lasor. W. S., D., Hubbart. A., Bush. F.W. (1993). Pengantar Perjanjian Lama 1. Jakarta: BPK Gunung Mulia.
McDowell.Josh. (2004). The Father Connection, terj. T Wahyuni . Jakarta: Metanoia.
NIV Study Bible “Deuteromonis”, p. 254.
Packer. J. I. (2001). Ensklopedi Fakta Alkitab. Malang: Gandum Mas.
Philip, Phil. (1986). Kacau Dalam Kotak Mainan 1. Surabaya: Citra Pustaka
Sijabat, B. Samuel . (1996). Strategi Pendidikan Kristen. Yogyakarta: Yayasan Andi
Thomson, J. A. (1974). Deuteronomy, Tyndale Old Testament Commentaries, ed. Wiseman, Illinois, USA: IVP.
Williamson. G. I. (1999). Katekismus Singkat Westminter 1, terj. The Boen Giok. Surabaya: Momentum.
Wofl, Herbert. (1998). Pengenalan Pentateuk. Malang : Gandum Mas.
Wright, Norman and Oliver, Gary J. (2003). Raising Kids To Love Jesus. Yogyakarta: Gloria Grafa.
Sumber: www.lrii.org.
Diedit sedikit oleh: Denny Teguh Sutandio.


"For I am not ashamed of the gospel of Christ: for it is the power of God unto salvation to every one that believeth; to the Jew first, and also to the Greek."
(Romans 1:16; King James Version)

0 Comments:

Post a Comment

<< Home